Penentuan Harga Pokok Berdasarkan Aktivitas
(Activity Based Costing)
Pendahuluan
Dalam sistem biaya tradisional ada dua sistem yaitu job order costing dan process costing. Dimana dalam kedua sistem tersebut gagal menentukan biaya produk secara akurat. Pembebanan biaya overhead secara individual menimbulkan masalah, yang dalam sistem tradisional pembebanannya dengan menggunakan metode berdasar unit (unit based) dapat menghasilkan informasi biaya yang terdistorsi.
Penentuan harga pokok secara konvensional untuk produk tunggal
Ketepatan pembebanan biaya overhead berdasarkan unit menjadi masalah hanya jika berbagai jenis produk diproduksi dengan menggunakan 1 fasilitas. Jika hanya 1 produk yang diproduksi, seluruh biaya overhead yang terjadi disebabkan karena produk tersebut dapat dilacak pada produk itu sendiri.
Contoh perhitungan biaya satuan : produk tunggal
Biaya
Produksi
|
Unit Produksi
|
Biaya/ Unit
|
|
Biaya bahan baku
|
Rp 600.000
|
10.000
|
Rp 60
|
Biaya tenaga kerja langsung
|
100.000
|
10.000
|
10
|
Biaya Overhead
|
300.000
|
10.000
|
30
|
Total
|
1.000.000
|
10.000
|
100
|
Pembebanan produk ganda dengan cost drivers berdasar unit
Masalah yang timbul : bagaimana mengidentifikasi jumlah overhead yang ditimbulkan atau dikonsumsi oleh masing-masing jenis produk.
Masalah ini dapat diselesaikan dengan mencari cost dribers atau driver biaya.
Cost driver adalah faktor-faktor penyebab yang menjelaskan konsumsi overhead dalam penentuan Harga pokok konvensional
diasumsikan konsumsi overhead berhubungan erat dengan jumlah unit yang diproduksi yang diukur dalam jam kerja langsung, jam mesin atau jumlah harga bahan. Cost driver berdasarkan unit dibebankan pada produk melalui penggunaan tariff overhead tunggal untuk seluruh pabrik atau tariff overhead tunggal untuk seluruh pabrik atau tariff overhead tiap departemen.
Pemakaian cost driver berdasarkan unit ini mempunyai keterbatasan karena mengakibatkan informasi biaya terdistorsi.
Contoh PT Kertas memproduksi 2 macam produk
- kertas pembungkus warna putih
- kertas pembungkus warna biru
Kertas
|
Pembungkus
|
||
Putih
|
Biru
|
total
|
|
Produksi
/ tahun
|
20.000 unit
|
100.000 unit
|
120.000
|
Biaya
utama
|
Rp 100.000
|
Rp 500.000
|
Rp 600.000
|
Jam
kerja langsung
|
20.000 jam
|
100.000 jam
|
120.000 jam
|
Jam
mesin
|
10.000 jam
|
50.000 jam
|
60.000 jam
|
Produksi
berjalan
|
20 unit
|
30 unit
|
50unit
|
Jam
inspeksi
|
800 jam
|
1.200 jam
|
2.000jam
|
Data
|
Departemen
|
||
Dept 1
|
Dept 2
|
Total
|
|
Jam
kerja langsung
|
|||
Putih
|
4.000jam
|
16.000jam
|
20.000jam
|
Biru
|
76.000jam
|
24.000jam
|
100.000jam
|
Total
|
80.000jam
|
40.000jam
|
120.000jam
|
Jam
mesin
|
|||
Putih
|
4.000jam
|
6.000jam
|
10.000jam
|
Biru
|
16.000jam
|
34.000jam
|
50.000jam
|
20.000jam
|
40.000jam
|
60.000jam
|
|
BO
|
|||
Biaya
penyetelan
|
88.000
|
88.000
|
176.000
|
Biaya
inspeksi
|
74.000
|
74.000
|
148.000
|
Biaya
listrik
|
28.000
|
140.000
|
168.000
|
Biaya
kesejahteraan
|
104.000
|
52.000
|
156.000
|
294.000
|
354.000
|
648.000
|
Tarif
overhead tunggal untuk satu pabrik
Jika cost driver tunggal yang dipilih adalah jam mesin,
maka tariff overhead pabrik untuk tiap jam mesin adalah total BOP dibagi dengan
jam mesin.
Rp 648.000
60.000jam
= Rp 10.8 / jam
Perhitungan biaya per unit : tariff tunggal satu pabrik
Kertas
|
Pembungkus
putih
|
||
Elemen
biaya
|
Biaya total
|
Jumlah
|
Biaya/unit
|
Biaya
utama
|
Rp 100.000
|
20.000unit
|
Rp 5
|
BOP
|
|||
Rp
10.8 x10.000 jm
|
Rp 108.000
|
20.000unit
|
Rp 5.4
|
Jumlah
|
Rp 208.000
|
Rp 10.4
|
|
Kertas
|
Pembungkus biru
|
||
Elemen
biaya
|
Biaya total
|
Jumlah
|
Biaya/unit
|
Biaya
utama
|
Rp 500.000
|
100.000uit
|
Rp 5
|
BOP
|
|||
Rp
10.8 x50.000 jm
|
Rp 540.000
|
100.000unit
|
Rp 5.4
|
Jumlah
|
Rp 1.040.000
|
Rp 10.4
|
Tarif overhead setiap departemen
Dengan menggunakan tariff departemen setiap departemen
dapat dibebankan biaya produksi yang lebih akurat. Sesuai sifat departemen
tersebut departemen 1 lebih baik jika menggunakan jam kerja langsung ( JKL) dan
departemen 2 menggunakan jam mesin ( JM
Perhitungan tariff tiap departemen:
Tariff departemen 1 :
Rp
294.000/80.000 jkl
= Rp
3675/ jkl
tariff departemen 2
Rp
354.000/40.000 jkl
= Rp 8.85/jkl
Kertas
|
Pembungkus
putih
|
||
Elemen
biaya
|
Biaya total
|
Jumlah
|
Biaya/unit
|
Biaya
utama
|
100.000
|
20.000
|
5
|
Dept
1
|
|||
Rp
3675 x4.000
|
14.700
|
20.000
|
0.735
|
Dept
2
|
|||
Rp
8.85 x 6.000
|
53.100
|
20.000
|
2.655
|
Jumlah
|
167.800
|
8.390
|
|
Kertas
|
Pembungkus biru
|
||
Elemen
biaya
|
Biaya total
|
Jumlah
|
Biaya/unit
|
Biaya
utama
|
500.000
|
100.000unit
|
5
|
Dept
1
|
|||
Rp
3.675 x 76.000
|
279.300
|
100.000unit
|
2.793
|
Dept
2
|
|||
Rp
8.85 x 34.000
|
300.900
|
100.000unit
|
3.009
|
1.080.200
|
10.802
|
||
Jumlah
|
Rp 1.040.000
|
Rp 10.4
|
Pengujian data dalam peraga 5.3 menyarankan bahwa bagian
biaya overhead yang signifikan tidak dipengaruhi oleh banyaknya unit.
Contoh :
§
Biaya penyetelan (setup) :
berhubungan dengan jumlah produksi berjalan
§
Biaya inspeksi berhubungan dengan
banyaknya jumlah jam yang dipakai dalam inspeksi
§
Perlu diketahui :
§
kertas warna biru : 30/20 = 1,5
kali produksi berjalan dibandingkan yang putih.
§
Kertas warna biru : 1,5 kali (
1200/800) jam inspeksi
Dengan tariff tiap departemen :
Kertas biru mengkonsumsi 19 kali lipat jumlah jam tenaga
kerja langsung ( 76.000/4000) dari putih dan 5,67 kali lipat jam mesin (
34.000/6000)
Kegagalan cost driver berdasarkan unit
Ada 2 faktor utama menyebabkan cost driver berdasarkan
unit tidak mampu membebankan BOP secara tepat.
1.
proposi biaya overhead yang tidak
berhubungan dengan unit terhadap total biaya overhead
2.
tingkat diversitas produk
BOP tdk berhubungan dengan unit
o Pada
contoh sebelumnya ada 4 aktivitas overhead yaitu : inspeksi, setup,
kesejahteraan, tenaga listrik.
o Biaya
setup misalnya, adalah fungsi dari jumlah produksi berjalan ( production run).
Produksi berjalan merupakan cost driver yang tidak berdasarkan unit
o Cost
drivers tidak berdasarkan unit ( non unit based cost drives) adalah
faktor-faktor penyebab selain jumlah unit yang diproduksi yang menjelaskan
konsumsi biaya overhead.
o Penggunaan
cost driver yang berdasarkan unit saja untuk membebankan biaya overhead yang
tidak berhubungan dengan unit dapat menimbulkan distorsi pada biaya produk.
o Intensitas
distorsi tergantung dari berapa proporsi dari biaya yang tidak berdasarkan unit
terhadap total biaya overhead.
Dalam contoh :
Biaya setup dan inspeksi
menunjukkan bagian substantial yaitu sebesar 50 % dari total biaya overhead
pabrik yaitu:
(176.000 + 148.000) / 648.000 =
324.000
324.000/648.000=50% ( peraga 5.3)
jika biaya overhead yang tidak
berdasarkan unit hanya merupakan prosentase yang kecil dari total biaya
overhead, distorsi pada biaya produk juga akan kecil.
Diversitas produk
Terjadi jika dalam suatu perusahaan menghasilkan berbagai
jenis produk yang mengkonsumsi aktivitas overhead dalam proporsi yang
berbeda-beda. Ada beberapa alasan suatu produk mengkonsumsi overhead dalam
proporsi yang berbeda : berbeda ukuran, kerumitan produk, waktu setup, ukuran
batch
Untuk menggambarkan pemakaian aktivitas oleh setiap
jenis produk digunakan ratio konsumsi. Ratio konsumsi adalah proporsi dari
setiap aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk.
Karena biaya overhead yang tidak berdasarkan unit
merupakan proporsi yang signifikan dari total biaya overhead dan ratio konsumsi
berbeda antara kategori masukan dengan dasar unit dan masukan dengan dasar non
unit, maka biaya produk dapat terdistorsi jika cost driver yang digunakan hanya
berdasarkan unit. Pemecahan dari masalah penentuan harga pokok ini adalah
dengan menggunakan pendekatan penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas.
Peraga
5.6
Diversitas produk : proporsi
konsumsi
Aktivitas
overhead
|
Pembungkus
putih
|
Pembungkus
biru
|
Ukuran
konsumsi
|
Setup
|
0.4
( a)
|
0.6
|
Produksi
berjalan
|
Inspeksi
|
0.4(
b)
|
0.6
|
Jam
inspeksi
|
Listrik
|
0.17
(c)
|
0.83
|
Jam
mesin
|
Kesejahteraan
|
0.17
(d)
|
0.83
|
Jam
kerja langsung
|
Putih : 20/50 =0.4 dan biru 30/50=0.6
Putih : 800/2.000=0.4 dan biru
1.200/2.000=0.6
Putih : 1.000/60.000=0.17dan biru
50.000/60.000=0.83
Putih : 20.000/120.000 = 0.17 dan
biru 100.000/120.000=0.83
Penentuan harga pokok berdasar aktivitas
Adalah system yang terdiri atas dua tahap yaitu pertama
melacak biaya pada berbagai aktivitas, dan kemudian ke berbagai produk.
Penentuan harga pokok produk secara konvensional juga melibatkan dua tahap,
namun pada tahap pertama, biaya- biaya tidak dilacak ke aktivitas melainkan ke
suatu unit organisasi misalnya pabrik atau departemen-departemen. Baik pada
system konvensional maupun system ABC, tahap ke dua meliputi pelacakan biaya ke
berbagai produk. Perbedaan prinsip perhitungan diantara kedua metode tersebut
adalah jumlah cost driver yang digunakan. Sistem penentuan harga pokok secara
ABC menggunakan cost driver dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan dalam system konvensional yang hanya
menggunakan satu atau dua cost driver berdasarkan unit. Sebagai hasilnya,
metode ini meningkatkan ketelitian. Namun ditinjau dari sudut manajerial,
bagaimanapun juga sisten ABC menawarkan lebih dari hanya ketelitian informasi
tentang biaya dari berbagai aktivitas.Pengetahuan atas biaya dari berbagai
aktivitas tersebut memungkinkan para manajer untuk menfokuskan diri pada
aktivitas-aktivitas yang memberikan peluang untuk melakukan penghematan biaya
dengan cara: menyederhanakan aktivitas, melaksanakan aktivitas dengan lebih
efisien, meniadakan aktivitas yg tak bernilai tambah, dsb.
Tahap-tahap dari penentuan harga pokok produk:
Prosedur tahap pertama
Meliputi empat langkah:
A. Penggolongan
biaya
Berbagai aktivitas diklasifikasikan
ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai suatu interpretasi fisik yang mudah
dan jelas serta cocok dengan segmen-segmen proses produksi yang dapat dikelola
B.
Mengasosiasi berbagai biaya dengan
berbagai aktivitas
Menghubungkan berbagai biaya dengan
setiap kelompok-kelompok biaya yang homogen ditentukan
C.
Penentuan kelompok-kelompok biaya (
cost pools) yang homogen.
Kelompok biaya homogen ( homogenius cost pool)
: adalah sekumpulan biaya overhead yang terhubungkan secara logis dengan
tugas-tugas yang dilaksanakan dan berbagai macam biaya tersebut dapat
diterangkan oleh cost driver tunggal. Jadi agar dapat dimasukkan ke dalam suatu
kelompok biaya yang homogen, aktivitas-aktivitas overhead harus dihubungkan
secara logis dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk. Rasio
konsumsi yang sama menunjukkan eksistensi dari sebuah cost driver.
D.
Penentuan tariff kelompok ( pool
rate )
Tarif kelompok ( pool rate) adalah
tariff biaya overhead per unit cost driver yang dihitung dengan rumus total
biaya overhead untuk kelompok aktivitas tertentu dibagi dasar pengukur
aktivitas kelompok tersebut.
Peraga
5.7
Prosedur
tahap pertama : Activity based costing
Kelompok 1
o
Biaya penyetelan
o
Biaya inspeksi
|
176.000
148.000
|
Biaya
total kelompok 1
|
324.000
|
Produksi berjalan ( production run)
|
50
|
Tariff kelompok 1 ( biaya per produksi berjalan
|
Rp
6.480
|
Kelompok 2
o
Biaya listrik
o
Kesejahteraan karyawan
|
168.000
156.000
|
Biaya
total kelompok 2
|
324.000
|
Jam mesin
|
60.000
|
Tariff kelompok 2 ( biaya per jam mesin)
|
Rp
5,4
|
Prosedur tahap ke dua
Biaya untuk setiap kelompok biaya overhead dilacak ke
berbagai jenis produk. Hal ini dilaksanakan dengan menggunakan tariff kelompok
yang dikonsumsi oleh setiap produk. Ukuran ini merupakan penyederhanaan
kuantitas cost driver yang digunakan oleh setiap produk. Jadi overheas
ditentukan dari setiap kelompok biaya ke setiap produk dengan perhitungan
sebagai berikut:
Overhead yang dibebankan = tariff kelompok x unit-unit
cost driver yang digunakan
Peraga
5.8
Biaya
per unit : Activity based costing
Pembungkus
|
Putih
|
||
Total biaya
|
Kuantitas
|
Per unit
|
|
Biaya utama
|
100.000
|
20.000
|
Rp 5
|
Overhead
Kelompok
1 = Rp 6.480 x 20 PB
Kelompok
2 = Rp 5,4 x 10.000 jm
|
129.600
54.000
|
20.000
20.000
|
Rp 6,48
RP 2,70
|
Jumlah
overhead
|
183.600
|
20.000
|
Rp 9,18
|
Jumlah
biaya
|
283.600
|
20.000
|
Rp 14,18
|
Pembungkus
|
Biru
|
||
Total
biaya
|
Kuantitas
|
Per unit
|
|
Biaya
utama
|
Rp 500.000
|
100.000
|
Rp 5
|
Overhead
:
Kelompok
1 = Rp 6.480 x 30 PB
Kelompok
2 = Rp 5,4 x 50.000 JM
|
194.400
270.000
|
100.000
100.000
|
1,94
2,70
|
Jumlah
overhead
|
464.400
|
100.000
|
Rp 4.64
|
Jumlah
biaya
|
Rp 964.400
|
100.000
|
Rp 9.64
|
Perbandingan biaya-biaya produk
Peraga
5.9
Perbandingan biaya per unit
System biaya
|
Pembungkus putih
|
Pembungkus biru
|
Sumber
|
Konvensional
Tariff
tunggal satu pabrik
Tariff
setiap departemen
|
Rp
10.40
Rp
8.39
|
Rp
10.40
Rp
10.80
|
Peraga
5.4
Peraga
5.5
|
Berdasarkan
aktivitas
|
Rp
14.18
|
Rp
9.64
|
Peraga
5.8
|
Identifikasi aktivitas dan
klasifikasi
a.
Aktivitas- aktivitas berlevel unit
o Aktivitas
ber level unit ( unit level activities) adalah aktivitas yang dikerjakan setiap
kali satu unit produk di produksi. Sebagai contoh tenaga kerja langsung, jam
mesin, jam listrik ( energi ) digunakan setiap saat satu unit produk
dihasilkan.
o Bahan
baku dan tenaga kerja langsung juga dikelompokkan sebagai aktivitas berlevel
unit, namun tidak termasuk ke dalam overhead . biaya yang timbul karena
aktivitas berlevel unit dinamakan biaya aktivitas berlevel unit .Biaya
aktivitas berlevel unit ( unti level activities cost) adlah biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi.
o Contoh
: biaya listrik, biaya operasi mesin., biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung ( tetapi biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung tidak termasuk
overhead)
b. Aktivitas berlevel batch
o Aktivitas
berlevel batch ( batch level activities) adalah aktivitas yang dikerjakan
setiap kali suatu batch produk di produksi, besar kecilnya aktivitas ini
dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang
termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas setup, aktivitas penjadwalan
produksi, aktivitas pengelolaan bahan ( gerakan bahan dan order pembelian),
aktivitas inspeksi. Biaya yang timbul karena aktivitas berlevel batch dinamakan
biaya aktivitas berlevel bacth.
o Biaya
aktivitas berlevel batch ( batch level activities cost) adalah biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Biaya ini
bervariasi dengan jumlah batch produk yang diproduksi, namun bersifat tetap
jika dihubungkan dengan jumlah unit produk yang diproduksi, namun bersifat
tetap jika dihubungkan dengan jumlah unit produk yang diproduksi dalam setiap
batch.
o Contoh:
biaya aktivitas setup, biaya penjadwalan produksi, biaya pengelolaan bahan (
gerakan bahan dan order pembelian), dan biaya inspeksi.
c. Aktivitas berlevel produk
o aktivitas
berlevel produk ( produk level activities) atau aktivitas penopang produk (
produk sustaining activities ) adalah aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung
berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi masukan untuk
mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi dan dijual. Aktivitas
ini dapat dilacak pada produk secara individual, namun sumber-sumber yang
dikonsumsi oleh aktivitas tersebut tidak dipengaruhi oleh jumlah produk atau
batch produk yang diproduksi.
o Contoh
aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas penelitian dan
pengembangan produk, perekayasaan, dan peningkatan produk. Biaya yang timbul
karena aktivitas berlevel produk dinamakan biaya aktivitas berlevel produk.
Biaya aktivitas berlevel produk ( product level activities cost ) atau biaya
aktivitas penopangan produk ( produk sustaining activities cost) adalah biaya
atas aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh
perusahaan. Biaya ini timbul karena aktivitas tersebut mengkonsumsi masukan
untuk mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi dan dijual.
Biaya ini dapat dilacak pada produk secara individual, namun biaya ini tidak
dipengaruhi oleh jumlah produk atau bacth produk yang diproduksi
o Contoh
biaya yang termasuk dalam kelompok ini adalah biaya penelitian dan pengembangan
produk, biaya perekayasaan proses, biaya spesifikasi produk, biaya perubahan
perekayasaan, dan biaya peningkatan produk.
d. Biaya berlevel fasilitas
o Aktivitas
berlevel fasilitas ( facility level activities) atau aktivitas penopang
fasilitas ( facility-sustaining activities) adalah meliputi aktivitas untuk
menopang proses pemanufakturan secara umum yang diperlukan untuk menyediakan
fasilitas atau kapasitas pabrik untuk memproduksi produk namun banyak
sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume atau bauran produk
yang diproduksi. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai jenis
produk yang berbeda. Contoh aktivitas ini mencakup misalnya : manajemen pabrik,
pemeliharaan bangunan, keamanan, pertamanan ( landscaping), penerangan pabrik,
kebersihan, pajak bumi dan bangunan ( PBB), serta depresiasi pabrik. Aktivitas
manajemen pabrik bersifat administrative misalnya aktivitas pengelolaan pabrik,
karyawan, dan akuntansi untuk pabrik.
o Biaya
aktivitas berlevel fasilitas ( facility-level activities cost) atau biaya
aktivitas penopang fasilitas ( produk sustaining facilities cost adalah
meliputi biaya aktivitas untuk menopang proses pemanufakturan secara umum yang
diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk memproduksi
produk namun banyak sedikitnya biaya ini tidak berhubungan dengan volume atau
bauran produk yang diproduksi. Biaya ini merupakan biaya bersama bagi
berbagai jenis produk yang berbeda.
o Contoh
biaya aktivitas ini mencakup : biaya manajemen pabrik, biaya pemeliharaan
bangunan, biaya keamanan, baiay pertamanan ( landscaping), biaya penerangan
pabrik, kebersihan, biaya pajak bumi dan bangunan ( PBB), biaya depresiasi
pabrik.
PERBANDINGAN ABC DENGAN KONVENSIONAL COST
Konvensional
|
ABC
|
Overhead hanya disebabkan oleh cost drivers
berdasarkan unit, maka penggolongannya hanya biaya variable dan biaya tetap.
Biaya variable jumlah total bervariasi berdasarkan produk.
|
Sistem ABC memandang bahwa biaya overhead variable
dapat dilacak dengan tepat pada berbagai produk secara individual.
|
Pemilihan cost driver
Paling tidak ada dua factor utama yang harus
diperhatikan dalam pemilihan cost driver ( penyebab biaya) yaitu: a. biaya
pengukuran dan b. tingkat korelasi antara cost driver dengan konsumsi overhead
sesungguhnya.
Dalam system ABC, sejumlah besar cost driver dapat
dipilih dan digunakan. Jika memungkinkan, adalah sangat penting untuk memilih cost
driver yang menggunakan informasi yang siap tersedia. Informasi yang tidak
tersedia pada system yang ada sebelumnya berarti harus dihasilkan, dan
akibatnya akan meningkatkan biaya system informasi perusahaan. Kelompok biaya (
cost pool) yang homogen dapat menawarkan sejumlah kemungkinan cost driver.
Untuk keadaan ini, cost driver yang dapat digunakan pada system informasi yang
ada sebelumnya hendaknya dipilih. Pemilihan ini akan meminimumkan biaya
pengukuran. Misalnya pada contoh PT kertajaya biaya inspeksi dan biaya setup
ditempatkan pada kelompok biaya yang
sama, dan dapat memilih menggunakan jam inspeksi atau jumlah produksi berjalan
sebagai cost driver. Jika informasi mengenai jam inspeksi dan produksi berjalan
yang digunakan untuk kedua jenis produk yang dihasilkan perusahaan sudah
tersedia dari system yang ada sebelumnya, maka cost driver mana yang dipilih
dari antara keduanya tidak jadi masalah. Namun jika dianggap bahwa jam inspeksi
untuk setiap jenis produk tidak dapat dilacak, dan data produksi berjalan untuk
kedua jenis produk tersedia, maka produksi berjalan yang digunakan sbg cost
driver.
PENGUKURAN TIDAK LANGSUNG DAN TINGKAT KORELASI
Sejumlah cost driver yang potensial disajikan dalam
peraga 5.13 cost driver yang secara tidak langsung mengukur konsumsi suatu
aktivitas biasanya mengukur jumlah transaksi yang dihubungkan dengan aktivitas
tersebut. Ingat bahwa dimungkinkan untuk menggantikan suatu cost driver yang
secara langsung mengukur konsumsi dengan cost driver yang secara tidak langsung
mengukurnya tanpa kehilangan akurasi, dengan syarat bahwa kuantitas dari
aktivitas yang digunakan setiap transaksi kira-kira sama untuk setiap produk.
Dalam kasus ini indirect cost driver yang mempunyai korelasi tinggi dan dapat
digunakan.
Cost
driver potensial
Jumlah
setup
|
Jumlah
jam tenaga kerja langsung
|
Jumlah
perpindahan bahan
|
Jumlah
pemasok
|
Jumlah
unit yang dikerjakan kembali
|
Jumlah
subperakitan
|
Jumlah
order yang ditempatkan
|
Jumlah
transaksi tenaga kerja
|
Jumlah
order yang diterima
|
Jumlah
unit sisa
|
Jumlah
inspeksi
|
Jumlah
komponen
|
Jumlah
perubahan jadwal
|
Jumlah
jam mesin
|
Pustaka :
Supriyono, Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen
untuk Teknologi Maju dan Globalisasi, BPFE, 1994
0 komentar:
Posting Komentar