Rabu, 31 Mei 2017

Angan

Inginku merajut kembali mimpi
Mimpi angan yang dulu kudamba
Sebuah pengabdian tanpa batas
Dalam lingkaran pendidikan
Inginku jadi pendidik
Pengajar bagi anakku
Dan bolehkah?
Anakmu dan anak mereka
26/5/17

Kamis, 25 Mei 2017

Coretan

Ada banyak hal yang membuatku berpikir arti tentang kebahagiaan selepas menikah.

Bahagiakah?
Bisakah diukur kebahagiaan itu?
Adakah indikatornya?

Menjalani kehidupan dengan sepenuh hati, kurasa susah, sepenuh hati disini bukan, bukan maksud ada sosok lain di hati, bukan sama sekali.

Ini tentang, bagaimana bisa menempatkan hati selalu ikhlas menerima segala kekurangan kelebihan pasangan, menerima segala perilakunya, menerima segala pemikirannya dan caranya memperlakukan.

Patut digaris bawahi, dari sisiku, aku telah menempatkannya dia sebagai penguasa hati. Segala fokus tentangnya, semoga hanya tentangnya sampai kapanpun.

Namun, ada saja yang membuatku kembali mempertanyakannya.. Bagaimana dengannya?

Ketika ada temannya atau keluarganya yang tanpa sengaja membicarakan tentang sosok lain yang dulunya pernah hadir dihidupnya.. Entah yang mana..  Seketika pikiranku, seberapa dalam mereka menempatkannya dalam hati mereka... Sudahkah sepenuh hati mereka sekarang menerimaku, yang terpenting, sudahkah dia menempatkan istrinya ini sepenuh hati? Apakah dia pernah memperbandingkanku? Kecewakah dia denganku?

Ahhh..

Ketika aku lelah bosan.. Aku merasa perhatiannya tidaklah cukup, kenapa dia secuek itu? Tidak sayangkah dia? Tapi kenapa aku juga tidak protes dengannya.. Malah bertanya dalam hati?

Ahhh..

Ketika dia mempertanyakan keberadaanku dirumah? Apa yang aku lakukan?
Iya.. Sekarang aku melakukan pekerjaan rumah, nyapu, nyuci masak dan lain sebagainya.. Kenapa dia masih mempertanyakannya? Tidakkah dia tau, itu sedikit menyinggungku.. Kurangkah aku? Masih dianggap menganggurkah aku? Membuat hati bergejolak, bukankah dia yang belum mengijinkanku untuk bekerja?

Ahhhh...

Dia juga mempertanyakan tidakkah bosan aku di rumah dan menyuruhku pergi main ketempat siapa, atau sekedar pergi bersepeda di kala siang atai sore...

Mungkin maksudnya baik.. Mungkiiin agar aku tak bosan..

Tapi salahkah hatiku yang mengartikan berbeda?

Tidakkah dia tau, dari awal aku pindah kesini, hanya dialah yang aku kenal.. Saudaranya yang tinggal di sekitar sini pun berasal dari keluarganya.. Heiii... Secepat itukah aku harus main kesana kesini sendiri? Dan.. Lupakah dia kalau semandirinya aku, pergi sendirian tanpa tujuan yang jelas masih membuatku tak senyaman pergi sendirian di jogja?

Ahhhh...

Dan ketika ketika yang lain..

Beberapa hal memang sudah kuungkapkan walau kadang tersirat dengan beragam tanggapannya..

Ditengah kegundah gulaanku.. Kadang aku pengen mengujinya dengan kecuekanku..  Pekakah diaa dengan protesku?

Namuuuun..

Seringkali aku yang tak mampu..

Ketika menyambutnya sepulang kerja dan kulihat ada lelah.. Seketikaa ada perasaan bersalah jika menyambutnya tanpa senyuman.. Dan menyiapkan segala keperluannya.. Gagal..

Ketika aku lelah dengan rutinitas di rumah dan seolah menuntut perhatiannya,, eeh sadar.. Selain kerja, dia punya kewajiban kuliah.. Aah.. Apalagi dengan kegiatan yang lain seperti lari futsal dll.. Seketika.. Bukankah aku yang seharusnya lebih memperhatikannya? Ah iya.. Gagal..

Hati tetaplah hati.. Harapan yang dipupuk sedemikian rupa, melambung jauh melampaui angan.. Bukankah hanya kecewa yang kan di dapat?

Penerimaan yang baik akan menempatkan pada kesyukuran yang mendamaikan.. Bukankah kamu selalu masih saja suka melihat wajahnya? Tanpa sadar selalu membuatmu tersenyum, seolah mengobati segala hal..  Selalu pengen didekatnya.. Memeluknya.. Bukankah kamu merasa nyaman? Apalagi usapan lembut tangannya di kepalamu, mencium keningmu.. Menanyakan kabarmu.. Memijat lembut pundakmu..

Woooww ternyata perhatiannya pun sebanyak itu.. Nah loh..

Coretan ini untuk mengurai kepenatan dari pertanyaan yang ada.. Nyatanya setelah menulis, ada kelegaan dan kelapangan hati.. Membuat bersyukur karena nyatanya, he is the best husband 😍😍..

Minggu, 21 Mei 2017

Diam

Ada tanya di setiap diamnya. Diam yang membuatnya seakan berbeda dari kebiasaan. Membingungkanmu?

Hanya mengerti, tanyamu wujud perhatianmu. Walau maaf, tak ada jawaban memuaskan untuk pertanyaanmu itu.

Si empunya pun tak tau apa yang dinginkan. Masih belum. Hanya saja, tetaplah mengerti.